Saturday 19 January 2013

Komunitas Sasando Elektrik



Pada tahun 2008 Habel Edon mulai mengajarkan anak-anak atas permintaan beberapa orang tua yang ingin anaknya dapat memainkan sasando.  Peminat pun makin banyak yang akhirnya di tahun 2009 dibukalah kursus sasando yang tujuannya untuk mengajarkan generasi yang baru agar dapat melestarikan budaya. Terbentuknya sanggar Sasando ini menunjukkan bahwa terbentuknya sebuah organisasi sosial yang tujuannya melestarikan budaya bermain Sasando.
Suasana latihan Sasando 



Orang asing yang belajar main sasando 
(Foto dari Marline Edon)
Atas dasar prihatin dengan banyaknya masyarakat NTT yang belum mencintai dan berminat dengan sasando ini jugalah yang membuat Habel Edon berniat untuk mengembangkan kursusnya. Banyak orang yang menganggap pula memetik sasando ini sulit karena bentuknya bulat serta banyak dawai. Padahal belajar Sasando sendiri tidaklah sulit apabila diajarkan dengan benar.



Hal ini termasuk Pengaruh budaya pada konteks : ruang lingkup pendidikan
Pendidikan Sasando sampai sekarang belum ada susunan baku pembelajarannya. Namun di komunitas ini pendidikan Sasando dapat dipelajari lewat berbagai cara. Habel Edon mampu mengajarkan para anak didiknya bahwa belajar Sasando itu mudah. Tak hanya orang daerah saja yang diajarkan melainkan orang asing pula juga dapat diajarkan. 

Lagu-lagu yang diajarkan oleh Habel Edon bermacam-macam. Bisa lagu daerah, pop, maupun lagu bertemakan religius. Disini, Habel Edon mencoba memudahkan orang untuk belajar Sasando dengan lagu-lagu yang awalnya mereka sukai terlebih dahulu agar cepat mengingatnya.

Lagu-lagu daerah yang mulai dilupakan oleh masyarakat muda di NTT akhirnya bisa diangkat kembali lewat Sasando. Habel Edon sering mengajarkan anak-anak yang belajar di tempatnya untuk bisa menguasai lagu daerah terlebih dahulu. Otomatis pelajaran 

Sesuai dengan buku Samovar, bahwa nilai suatu budaya adalah “petunjuk”. Dari komunitas ini Habel Edon secara tidak langsung menanamkan nilai-nilai kebudayaan yang  diturunkan ke generasi muda. Generasi muda yang baru mempelajari Sasando ini pula akhirnya taat dengan ajaran bermain Sasando yang benar. Ini menunjukkan budaya penghormatan yang lebih tua terjadi di komunitas ini.

Sasando sering sekali digunakan untuk mengiringi musik gerejawi. Di Kupang sendiri mayoritas masyarakatnya beragama Kristen. Dari komunitas Sasando Listrik ini banyak juga yang dapat memainkan lagu kristen dan akhirnya bermain di acara-acara di Gereja.  Ini menunjukkan dari kebudayaan yang daerah yang menyebarkan agama lewat bermusik. 

"Lagu yang dibawakan bernuasa daerah dan juga bisa bertemakan agama. Misalnya dalam salah satu perlombaan Sasando di Taman Budaya Provinsi NTT. Lagu yang dibawakan adalah lagu Tebe O Nana (lagu daerah) dan lagu pilihannya yakni Amazing Grace (Lagu Kristen) yang para pemain hingga penyanyi merupakan binaan Edon Sasando."
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=K8cI3TbPUa8





 Sejak menginjakkan kaki kembali ke tanah Kupang dan melihat Sasando berdiri menjadi monumen tegap di Bandara El Tari ini menunjukkan masih adanya semangat untuk tetap melestarikan Sasando.

Oleh karena itu saya bertujuan di tugas kali ini saya ingin mengangkat budaya asli daerah saya sendiri agar budaya ini tetap eksis di jaman ini lewat karya tulisan ini. Semoga bermanfaat!

Ketika saya mencoba bermain Sasando



No comments:

Post a Comment